21.7.15

Jangan Mengharamkan Apa yang Allah Halalkan

Makanan dan minuman yang halal dan haram sudah jelas. Jadi jangan kita mengharamkan sesuatu yang dihalalkan oleh Allah swt. Misalnya kita mengharamkan makan daging untuk kita sendiri karena dengannya timbul/ muncul birahi. Hal ini tidak diperbolehkan

Tetap makan dan minumlah apa-apa yang baik dengan tidak berlebih-lebihan.

Bahkan pada jaman Rosulullah saw ada beberapa sahabat yang mengharamkan makan daging, dan mengharamkan dirinya sendiri mendekati wanita. Ini semua dilakukan supaya bisa khusuk dan konsentrasi didalam beribadah kepada Allah swt, lalu Rosulullah saw melarangnya.

Ada beberapa hikmah disini. Pertama sahabat Rosulullah saw dimana keimanannya tidak usah ditanyakan lagi masih juga bisa salah, apalagi kita saat ini tentunya banyak salah juga. Artinya pasti akan banyak perbedaan dalam skala umum sebagai sesuatu yang pasti adanya. Solusinya tentu saja ngaji lagi dengan banyak bertanya kepada ulama. Tentunya juga merujuk kebenaran kepada Al Qur'an dan sunnah

Jangan kemudian ketika ada perbedaan lalu mempertajamnya yang menyebabkan pergesekan. Tetap adem dan santun didalam menyikapi

Yang kedua, sahabat Rosulullah saw yang melakukan hal yang keliru kemudian amat udah diingatkan, karena pada saat itu Rosulullah saw masih hidup. Saat ini ketika Rosulullah saw sudah tidak ada disisi kita kemudian menjadi bingung kemana harus mengadu. Sekali lagi niatkan dengan baik untuk mempelajari Al Qur'an dan Hadist Shoheh, bukan untuk menggurui orang lain namun untuk memperbaiki dan membenarkan akhlak dan tindakan kita yang keliru.

Nah kalau sudah terlanjur bersumpah misalnya "saya tidak akan makan daging lagi untuk diri saya sendiri", maka bagaimana tebusan atau kaffaratnya? Pilih salah satu,
  • Memberi makan 10 orang miskin
  • Memberi pakaian
  • Puasa 3 hari

Tentang sumpah ini dan mengharamkan apa-apa yang dihalalkan oleh Allah swt, berikut firman Allah swt dalam QS Al Maidah



Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu haramkan apa-apa yang baik yang telah Allah halalkan bagi kamu, dan janganlah kamu melampaui batas. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas. (QS Al Maidah: 87)

SEBAB TURUNNYA AYAT: Imam Tirmizi dan lain-lainnya meriwayatkan sebuah hadis dari Ibnu Abbas, "Ada seorang lelaki datang menghadap kepada Nabi saw., lalu lelaki itu bertanya, 'Wahai Rasulullah! Sesungguhnya aku ini apabila memakan daging langsung naik syahwat terhadap wanita-wanita dan syahwatku menguasai diriku, dari itu aku haramkan daging untuk diriku.' Setelah itu turunlah ayat, 'Hai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu mengharamkan apa-apa yang baik yang telah dihalalkan Allah untukmu.'" (Q.S. Al-Maidah 87). Ibnu Jarir mengetengahkan sebuah hadis dari jalur Aufi dari Ibnu Abbas, bahwa ada beberapa orang lelaki dari kalangan para sahabat, di antaranya ialah sahabat Usman bin Mazh`un, mereka bertekad mengharamkan diri mereka dari wanita-wanita (istri-istri) dan daging. Kemudian mereka mengambil pisau tajam untuk memotong buah pelir mereka (mengebiri diri sendiri) agar mereka tidak terkena nafsu syahwat lagi, dengan demikian mereka bisa mengkonsentrasikan diri untuk beribadah. Sebelum mereka melakukan niat itu turunlah ayat-ayat ini. Diketengahkan pula hadis yang serupa secara mursal oleh Ikrimah, Abu Qilabah, Mujahid, Abu Malik An-Nakha'i, Sadi dan lain-lainnya. Di dalam riwayat Sadi disebutkan, bahwa mereka terdiri dari sepuluh orang sahabat, yang di antaranya ialah Ibnu Mazh`un dan Ali bin Abu Thalib. Di dalam riwayat Ikrimah disebutkan bahwa di antara mereka adalah Ibnu Mazh'un, Ali bin Abu Thalib, Ibnu Masud, Miqdad bin Aswad dan Salim budak yang telah dimerdekakan oleh Abu Huzaifah. Dan di dalam riwayat Mujahid disebutkan, bahwa di antara mereka ialah Ibnu Mazh'un dan Abdullah bin Umar. Ibnu Asakir mengetengahkan sebuah hadis di dalam kitab Tarikh dari jalur Sadi Shaghir dari Kalbi dari Abu Saleh dari Ibnu Abbas. Ibnu Abbas mengatakan, "Ayat ini diturunkan sehubungan dengan segolongan para sahabat yang di antaranya ialah Abu Bakar, Umar, Ali, Ibnu Masud, Usman bin Mazh'un, Miqdad bin Aswad dan Salim bekas budak Abu Huzaifah. Mereka telah bersepakat untuk mengebiri diri, menjauhi istri-istri mereka, tidak akan memakan daging dan segala yang berlemak, tidak akan memakan makanan kecuali hanya makanan pokok saja (mutih), memakai pakaian yang serba kasar dan mereka bertekad akan hidup mengembara di muka bumi seperti halnya para rahib. Sebelum mereka menunaikan niat, turunlah ayat ini." Ibnu Abu Hatim mengetengahkan sebuah hadis dari Zaid bin Aslam, "Abdullah bin Rawahah kedatangan seorang tamu dari familinya, sedangkan pada waktu itu ia sedang berada di sisi Nabi saw. Pada waktu Abdullah kembali ke rumahnya, ia menjumpai keluarganya tidak memberi makan tamunya itu karena menunggu kedatangannya. Melihat hal itu ia berkata kepada istrinya, 'Engkau telah menahan tamuku (tidak memberinya makan); sungguh makanan itu haram bagiku.' Istrinya menjawab, 'Sungguh makanan itu haram bagiku.' Sang tamu pun berkata, 'Sungguh makanan itu haram bagiku.' Setelah melihat keadaan demikian Abdullah bin Rawahah meletakkan tangannya ke makanan itu seraya berkata, 'Makanlah kamu sekalian dengan menyebut nama Allah!' Seusai peristiwa itu Abdullah bin Rawahah pergi menemui Nabi saw., lalu ia menceritakan kepada beliau apa yang baru saja ia alami beserta keluarga dan tamunya. Kemudian Allah menurunkan firman-Nya, 'Hai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu mengharamkan apa yang baik yang telah dihalalkan Allah untuk kamu...'" (Q.S. Al-Maidah 87).



Dan makanlah makanan yang halal lagi baik dari apa yang Allah telah rezekikan kepadamu, dan bertakwalah kepada Allah yang kamu beriman kepada-Nya. (QS Al Maidah: 88)




Allah tidak menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpahmu yang tidak dimaksud (untuk bersumpah), tetapi Dia menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpah yang kamu sengaja, maka kaffarat (melanggar) sumpah itu, ialah memberi makan sepuluh orang miskin, yaitu dari makanan yang biasa kamu berikan kepada keluargamu, atau memberi pakaian kepada mereka atau memerdekakan seorang budak. Barang siapa tidak sanggup melakukan yang demikian, maka kaffaratnya puasa selama tiga hari. Yang demikian itu adalah kaffarat sumpah-sumpahmu bila kamu bersumpah (dan kamu langgar). Dan jagalah sumpahmu. Demikianlah Allah menerangkan kepadamu hukum-hukum-Nya agar kamu bersyukur (kepada-Nya). (QS Al Maidah: 89)

Wallahu A'lam



No comments:

Post a Comment