Melakukan kedustaan terhadap Allah swt adalah perkara besar. Dalam hal ini misalnya para ulama, sangat berhati-hati didalam menentukan halal haram. Atau menentukan dia ahli bid'ah, musrik, kafir dan sebagainya. Karena segala hukum itu kepunyaan Allah swt. Oleh karenanya seyogyanya kita juga kudu hati-hati khususnya didalam memvonis seseorang. Khawatirnya apa yang kita vonis salah, dan malah berbalik ke kita.
Jaman sekarang juga ada cukup banyak. Misalnya mereka yang mengaku-ngaku mendapatkan wahyu. Misalnya Lia Eden, Mirza Ghulam Ahmad dsb. Adapun yang mereka katakan adalah dusta belaka
Pada jaman Nabi saw, ada seorang sekretaris Nabi saw yang disuruh mencatat firman Allah swt. Namun apa yang ia tulis berbeda dengan wahyu.
Allah swt berfirman,
Dan siapakah yang lebih zalim daripada orang yang membuat kedustaan
terhadap Allah atau yang berkata: "Telah diwahyukan kepada saya",
padahal tidak ada diwahyukan sesuatupun kepadanya, dan orang yang
berkata: "Saya akan menurunkan seperti apa yang diturunkan Allah."
Alangkah dahsyatnya sekiranya kamu melihat di waktu orang-orang yang
zalim berada dalam tekanan sakratul maut, sedang para malaikat memukul
dengan tangannya, (sambil berkata): "Keluarkanlah nyawamu" Di hari ini
kamu dibalas dengan siksa yang sangat menghinakan, karena kamu selalu
mengatakan terhadap Allah (perkataan) yang tidak benar dan (karena) kamu
selalu menyombongkan diri terhadap ayat-ayatNya. (QS Al An'am: 93)
SEBAB TURUNNYA AYAT: Ibnu Jarir mengetengahkan melalui Ikrimah
sehubungan dengan firman Allah, "Dan siapakah yang lebih zalim daripada
orang yang membuat kedustaan terhadap Allah, atau yang berkata, 'Telah
diwahyukan kepada saya,' padahal tidak diwahyukan sesuatu pun
kepadanya." (Q.S. Al-An'am 93). Ikrimah mengatakan, "Ayat ini diturunkan
sehubungan dengan Musailamah," sedangkan ayat, ".... dan orang yang
mengatakan, 'Aku juga diberi wahyu seperti yang telah diturunkan oleh
Allah," ini turun berkenaan dengan Abdullah bin Saad bin Abu Sarh, dia
adalah sekretaris Nabi saw. Pada suatu ketika ia disuruh menulis oleh
Nabi saw., kata `aziizun hakiim (Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana) akan
tetapi ia menuliskan ghafuurun rahiim (Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang). Lalu surah hasil tulisannya itu dibaca (dan ia mendapat
teguran) akan tetapi ia menjawab, 'Ya, itu sama saja.' Tidak lama
kemudian ia menjadi kafir kembali dan bergabung dengan orang-orang
Quraisy." Dan telah diketengahkan pula melalui Saddi hadis yang sama,
akan tetapi di dalam riwayatnya terdapat tambahan, yaitu, Abdullah bin
Saad bin Sarh berkata, "Jika Muhammad telah diberi wahyu, maka
sesungguhnya aku pun telah diberi wahyu pula. Dan jika Allah telah
menurunkan wahyu kepadanya, maka aku pun telah menurunkan wahyu seperti
apa yang diturunkan oleh Allah. Muhammad telah mengatakan samii`an
`aliiman (Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui), maka aku katakan
`aliiman hakiiman (Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana)."
Dan sesungguhnya kamu datang kepada Kami sendiri-sendiri sebagaimana
kamu Kami ciptakan pada mulanya, dan kamu tinggalkan di belakangmu (di
dunia) apa yang telah Kami karuniakan kepadamu; dan Kami tiada melihat
besertamu pemberi syafa'at yang kamu anggap bahwa mereka itu
sekutu-sekutu Tuhan di antara kamu. Sungguh telah terputuslah
(pertalian) antara kamu dan telah lenyap daripada kamu apa yang dahulu
kamu anggap (sebagai sekutu Allah). (QS Al An'am: 94)
SEBAB TURUNNYA AYAT: Ibnu Jarir dan lain-lainnya mengetengahkan
melalui Ikrimah yang telah mengatakan, bahwa Nadlir bin Harits telah
berkata, "Lata dan Uzza pasti akan memberikan syafaat kepadaku,"
kemudian turunlah ayat ini, yaitu firman-Nya, "Dan sesungguhnya kamu
datang kepada Kami sendiri-sendiri..." sampai dengan firman-Nya,
"...bahwa mereka itu sekutu-sekutu Tuhan di antara kamu." (Q.S. Al-An'am
94).
Wallahu A'lam
No comments:
Post a Comment