Berpuasa dibulan ramadhan adalah kewajiban bagi orang-orang yang beriman. Artinya percaya dan yakin kepada Allah swt yang pasti tidak akan membuat mahluknya merugi ketika menahan lapar, haus serta menahan keinginan lainnya. Tidak lain dan tidak bukan, puasa adalah salah satu cara bagi manajemen jiwa atau pengendalian jiwa. Hal ini dikarenakan jikalau tidak dikendalikan maka jiwa itu akan menjadi liar sebagaimana jiwa binatang.
Tentang kewajiban puasa ini diterangkan dalam Surat Al Baqarah berikut ini,
Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa
sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa. (yaitu) dalam beberapa hari yang tertentu. Maka barangsiapa
diantara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka),
maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu
pada hari-hari yang lain. Dan wajib bagi orang-orang yang berat
menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu):
memberi makan seorang miskin. Barangsiapa yang dengan kerelaan hati
mengerjakan kebajikan, maka itulah yang lebih baik baginya. Dan
berpuasa lebih baik bagimu jika kamu mengetahui. (QS Al Baqarah ayat 183-184)
Kemudian dilanjutkan dalam ayat berikutnya mengenai alasan mengapa ada syariat puasa sbb
(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan
yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al-Qur'an sebagai petunjuk bagi
manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda
(antara yang hak dan yang bathil). Karena itu, barangsiapa di antara
kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia
berpuasa pada bulan itu, dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan
(lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang
ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki
kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. Dan hendaklah
kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas
petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur. (QS Al Baqarah ayat 185)
Kemudian dilanjutkan pada ayat berikut ini
Dihalalkan bagi kamu pada malam hari bulan puasa bercampur dengan
isteri-isteri kamu; mereka adalah pakaian bagimu, dan kamupun adalah
pakaian bagi mereka. Allah mengetahui bahwasanya kamu tidak dapat
menahan nafsumu, karena itu Allah mengampuni kamu dan memberi ma'af
kepadamu. Maka sekarang campurilah mereka dan ikutilah apa yang telah
ditetapkan Allah untukmu, dan makan minumlah hingga terang bagimu benang
putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu
sampai (datang) malam, (tetapi) janganlah kamu campuri mereka itu,
sedang kamu beri'tikaf dalam mesjid. Itulah larangan Allah, maka
janganlah kamu mendekatinya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya
kepada manusia, supaya mereka bertakwa. (QS Al Baqarah ayat 187)
SEBAB TURUNNYA AYAT: Diriwayatkan oleh Ahmad, Abu Daud dan Hakim
dari jalur Abdurrahman bin Abu Laila dari Muaz bin Jabal, katanya,
"Mereka biasa makan minum dan mencampuri wanita-wanita selama mereka
masih belum tidur. Tetapi kalau sudah tidur, mereka tak hendak bercampur
lagi. Kemudian ada seorang laki-laki Ansar, Qais bin Sharmah namanya.
Setelah melakukan salat Isyak ia tidur dan tidak makan minum sampai pagi
dan ia bangun pagi dalam keadaan letih. Dalam pada itu Umar telah
mencampuri istrinya setelah ia bangun tidur, ia datang kepada Nabi saw.
lalu menceritakan peristiwa dirinya. Maka Allah pun menurunkan,
'Dihalalkan bagi kamu mencampuri istri-istrimu...' sampai dengan
firman-Nya. '...kemudian sempurnakanlah puasa sampai malam.'" (Q.S.
Al-Baqarah 187). Hadis ini masyhur atau terkenal, diterima dari Ibnu Abu
Laila, walaupun ia tidak pernah mendengarnya dari Muaz, tetapi ada
hadis lain sebagai saksi, misalnya yang dikeluarkan oleh Bukhari dari
Barra, katanya, "Biasanya para sahabat Nabi saw. jika salah seorang di
antara mereka berpuasa, lalu datang waktu berbuka, kemudian ia tertidur
sebelum berbuka, maka ia tidak makan semalaman dan seharian itu sampai
petang lagi. Kebetulan Qais bin Sharmah berpuasa. Tatkala datang saat
berbuka, dicampurinya istrinya, lalu tanyanya, 'Apakah kamu punya
makanan?' Jawabnya, 'Tidak, tetapi saya akan pergi dan mencarikan
makanan untukmu.' Seharian Qais bekerja, hingga ia tertidur lelap dan
ketika istrinya datang dan melihatnya, ia mengatakan, 'Kasihan kamu!'
Waktu tengah hari, karena terlalu lelah, ia tak sadarkan diri, lalu
disampaikannya peristiwa itu kepada Nabi saw. maka turunlah ayat ini
yang berbunyi, 'Dihalalkan bagi kamu pada malam hari puasa bercampur
dengan istri-istrimu.' (Q.S. Al-Baqarah 187). Mereka amat gembira dan
berbesar hati menerimanya. Di samping itu turun pula, 'Dan makan
minumlah hingga nyata bagimu benang putih dari benang hitam yaitu
fajar.'" (Q.S. Al-Baqarah 187). Diketengahkan pula oleh Bukhari dari
Barra; katanya, "Tatkala datang puasa pada bulan Ramadan, mereka tak mau
mendekati istri-istri mereka selama bulan itu. Tetapi beberapa orang
(laki-laki) mengkhianati diri mereka, maka Allah pun menurunkan, 'Allah
maklum bahwa kamu mengkhianati diri kamu, maka diterima-Nya tobatmu dan
dimaafkan-Nya kamu...' sampai akhir ayat." (Q.S. Al-Baqarah 187).
Diketengahkan pula oleh Ahmad, Ibnu Jarir dan Ibnu Abu Hatim dari jalur
Abdullah bin Kaab bin Malik yang diterimanya dari bapaknya, katanya,
"Pada bulan Ramadan jika seorang berpuasa dan hari masuk malam lalu ia
tidur, haram baginya makan minum dan wanita, sampai ia berbuka pada esok
harinya. Umar pun kembali dari rumah Nabi saw. yakni setelah begadang
di sisinya. Dicarinya istrinya, maka jawabnya, 'Saya telah tidur.' Jawab
Umar, 'Tidak, kamu belum lagi tidur', lalu dicampurinya istrinya itu.
Kaab melakukan pula seperti yang dilakukan Umar, lalu di waktu pagi Umar
segera mendapatkan Nabi saw. dan menyampaikan peristiwanya. Maka
turunlah ayat ini." Diriwayatkan oleh Bukhari dari Sahl bin Said,
katanya, "Diturunkan ayat 'makan minumlah hingga nyata bagi kamu benang
putih dari benang hitam.' (Q.S. Al-Baqarah 187) dan belum diturunkan
'berupa fajar' (Q.S. Al-Baqarah 187). Beberapa orang laki-laki jika
mereka hendak berpuasa masing-masing mereka mengikatkan pada kedua
kakinya benang putih dan benang hitam. Mereka terus makan minum sampai
jelas perbedaan keduanya. Maka Allah pun menurunkan kelanjutannya
'berupa fajar' sehingga mereka tahu bahwa yang dimaksud ialah malam dan
siang." Diketengahkan oleh Ibnu Jarir dari Qatadah, katanya, "Jika
seorang laki-laki melakukan iktikaf, lalu ia keluar mesjid, jika
dikehendakinya ia dapat saja mencampuri istrinya. Maka turunlah ayat
'Dan janganlah kamu campuri mereka itu sedang kamu beriktikaf di
mesjid.'" (Q.S. Al-Baqarah 187).
No comments:
Post a Comment