Termasuk dalam hal ini adalah,
- Pindah dari kebiasaan buruk kepada kebiasaan baik
- Pindah dari pekerjaan yang satu kepada pekerjaan lain yang lebih mendamaikan
- Pindah dari karyawan kepada pengusaha/ pebisnis
- Dsb
Pada kenyataannya hijrah/ pindah itu membutuhkan keberanian. Misalnya resign dari sebuah pekerjaan yang secara aturan sulit untuk beribadah dengan baik dan khusuk, lalu pindah kepada pekerjaan lain. Ini tidak mudah lho, bahkan banyak kawan dan sahabat kita yang tidak jadi hijrah karena ketakutan itu tadi. Ia tidak mau pindah meskipun pekerjaan pertamanya banyak melakukan aktifitas dosa dan maksiat.
"Waah kalau saya pindah keluarga saya makan apa? Iya kalau sukses, kalau rugi gimana? Allah Maha Tahu, semoga Allah mengampuni" Begitulah barangkali bentuk ketakutan untuk pindah pekerjaan atau menjadi pebisnis. Bagus sih kayaknya, namun menjadi tidak bagus ketika terus saja mempertahankan ketakutan yang tidak beralasan.
Jadi jangan bilang Allah Maha Tahu dsb, semua orang juga tahu itu. Yang penting adalah anda mau hijrah atau tidak, jangan kemudian beralibi. Bukankah kita paham bahwa bumi Allah itu luas dan rezeki_Nya tersebar diseluruh jagad?
So ketahuilah kawan, alasan mengapa takut hijrah/ pindah tidak lain berasal dari syetan. Camkan ini ya? Jangan sampai selamanya kita dikendalikan syetan. Oleh karena itu terus belajar dan belajar mempertebal keimanan, Insya Allah ketakutan tadi pelan-pelan akan sirna.
Kalau pada jaman Rosulullah hijrah berarti pindah dari Mekah ke Madinah, yakni pindah dari kota yang satu dimana sulit untuk berdakwah, kemudian pindah kepada kota yang lain dimana menjanjikan untuk aktifitas kebaikan dan dakwah.
Allah swt berfirman,
Barangsiapa berhijrah di jalan Allah, niscaya mereka mendapati di muka bumi ini tempat hijrah yang luas dan rezki yang banyak. Barangsiapa keluar dari rumahnya dengan maksud berhijrah kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian kematian menimpanya (sebelum sampai ke tempat yang dituju), maka sungguh telah tetap pahalanya di sisi Allah. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS An Nisaa': 100)
SEBAB TURUNNYA AYAT: Ibnu Abu Hatim dan Abu Ya'la mengetengahkan dengan sanad yang cukup baik dari Ibnu Abbas, katanya, "Dhamrah bin Jundub keluar dari rumahnya untuk berhijrah. Katanya kepada keluarganya, 'Bawalah saya dan keluarkan dari bumi musyrik ini kepada Rasulullah saw.' Kebetulan di tengah jalan, sebelum bertemu dengan Rasulullah ia meninggal dunia. Maka turunlah wahyu, 'Barang siapa yang keluar dari rumahnya dengan maksud untuk berhijrah...sampai akhir ayat.'" (Q.S. An-Nisa 100) Ibnu Abu Hatim mengetengahkan dari Said bin Jubair dari Abu Dhamrah Ar-Rizqi yang ketika itu berada di Mekah, "Tatkala turun ayat, '...kecuali golongan yang lemah, baik laki-laki maupun wanita atau anak-anak yang tidak mampu berupaya...' (Q.S. An-Nisa 98) maka katanya, 'Saya ini mampu dan saya mempunyai upaya,' lalu ia mengadakan persiapan untuk menemui Nabi saw. Tetapi di Tan`im ia menemui ajalnya. Maka turunlah ayat ini, 'Dan barangsiapa yang keluar dari rumahnya dengan maksud untuk berhijrah kepada Allah dan rasul-Nya...' sampai akhir ayat." (Q.S. An-Nisa 100). Ibnu Jarir mengetengahkan seperti demikian dari beberapa jalur, yakni dari Said bin Jubair, Ikrimah, Qatadah, As-Saddiy, Dhahhak dan lain-lain. Pada sebagian disebutkan Dhamrah bin Aish atau Aish bin Dhamrah dan pada sebagian yang lain lagi, Jundab bin Dhamrah Al-Junda'i atau adh-Dhamri. Ada pula yang menyebutkan seorang laki-laki dari Bani Dhamrah, seorang laki-laki dari Khuza'ah, seorang laki-laki dari Bani Laits, dari Bani Kinanah dan ada lagi dari Bani Bakr. Diketengahkan pula oleh Ibnu Saad dalam Ath-Thabaqat, yakni dari Yazid bin Abdillah bin Qisth bahwa Junda' bin Dhamrah Adh-Dhamri berada di Mekah dan kemudian jatuh sakit. Maka katanya kepada putra-putranya, "Keluarkan saya dari Mekah ini, kerisauannya telah membunuh saya." Jawab mereka, "Ke mana?" Maka diisyaratkannya dengan tangannya ke Madinah, maksudnya berhijrah lalu mereka membawanya keluar. Tatkala sampai di mata air Bani Ghaffar, ia pun wafat. Maka Allah pun menurunkan, "Barangsiapa yang keluar dari rumahnya dengan maksud untuk berhijrah...sampai akhir ayat." (Q.S. An-Nisa 100) Ibnu Abu Hatim, Ibnu Mandah dan Barudi mengetengahkan dari golongan sahabat dari Hisyam bin Urwah dari bapaknya bahwa Zubair bin Awwam mengatakan, "Khalid bin Haram berhijrah ke Habsyi, kebetulan dalam perjalanan ia dipatuk ular hingga wafat, maka turunlah ayat, 'Dan barangsiapa yang keluar dari rumahnya dengan maksud untuk berhijrah...sampai akhir ayat.'" (Q.S. An-Nisa 100) Dalam buku Al-Maghazi Al-Umawi mengetengahkan dari Abdul Malik bin Umair, katanya, "Tatkala sampai ke telinga Aktsam bin Shaifi hijrahnya Nabi saw. ia pun bermaksud hendak menemuinya. Tetapi kaumnya berkeberatan untuk memanggilnya, maka kata Aktsam, 'Carilah yang akan membawa pesan dari saya kepadanya, dan yang akan membawanya daripadanya kepada saya.' Demikianlah tampil dua orang utusan, lalu mendatangi Nabi saw. Kata mereka, 'Kami ini adalah utusan dari Aktsam Shaifi yang hendak menanyakan kepada Anda, siapakah Anda ini, tugas atau jabatan apakah yang Anda pegang, dan apa yang Anda bawa?' Jawabnya, 'Saya ini adalah Muhammad bin Abdullah, dan tugas saya ialah menjadi hamba Allah dan utusan-Nya.' Kemudian dibacakan ayat yang artinya, 'Sesungguhnya Allah menyuruh agar berlaku adil dan berbuat baik...sampai akhir ayat.' (An-Nahl 90). Kedua utusan itu pun kembali kepada Aktsam lalu menceritakan apa yang mereka dengar. Kata Aktsam, 'Manalah kaumku! Ternyata orang ini menyuruh kepada akhlak mulia dan melarang pekerti durjana. Maka hendaklah dalam urusan ini kalian menjadi kepala atau pemuka, dan janganlah menjadi ekor atau sekedar embel-embel belaka.' Kemudian dinaikinya untanya hendak menuju Madinah, tetapi dalam perjalanan itu ajalnya sampai. Maka diturunkanlah di sini, 'Dan barangsiapa yang keluar dari rumahnya dengan maksud untuk berhijrah...sampai akhir ayat." (Q.S. An-Nisa 100). Hadis ini mursal dan isnadnya lemah. Dan diketengahkan oleh Hatim dalam buku Al-Muammarain dari dua buah jalur dari Ibnu Abbas, bahwa ia ditanyai orang tentang ayat ini, maka jawabnya, "Ia diturunkan tentang Aktsam bin Shaifi." Lalu ditanyakan orang, "Kalau begitu di mana Laitsi?" Jawabnya, "Ini pada saat sebelum Laitsi, dan ia dapat umum dan dapat pula khusus."
No comments:
Post a Comment